Melodi Cinta diTurki    
    
    


Angin berhembus tak begitu kencang, hanya sedikit  menyapa dedaunan yang masih basah karena embun tadi pagi, hari ini adalah hari penentuan bagiku dan teman-temanku, karena hari ini hari terakhirku menyandaang status sebagai anak SMA.
TEETT.....TEETTTT....TEETTT....
Bunyi bel  asramapun menggema, tanda apel pagi akan segera dimulai. Itulah kebiasaan kami tiap pagi, bel yang bising dan kebiasaan apel yang sangat membosankan, namun mungkin ini yang akan aku rindukan nantinya.
Semua adik kelas telah berkumpul dan berbaris dengan rapinya menanti pembina yang akan memberikan nasehat-nasehat dipagi mereka, yaah ... sama seperti yang ku alami 1 tahun silam sebelum aku menginjak kelas VII.  Aku hanya bisa terpaku dikamarku dengan lamunan yang entah kemana ujungnya. “kebersamaan ini akan segera berakhir,, huufftt ,, !!” batinku dalam hati.
            Anatara bahagia daan sedih, itulah yang aku rasakan saat ini, kebahagiaanku karena telah lama ku menantikan saat-saat dimana aku akan beranjak dewasa dengan perkuliahanku nantinya dan kesedihanku hari ini aku akan melepas semua canda tawa dan sahabat-sahabatku.
            “DOORRRR....!!!, ngalamun aja sih ...” kaget amara.
            “huhh,, lagi bermelankolis tau, kamu mah nyebelin!” balasku manyun.
            “ lagi mikirin apa sih za ..??” tanyanya penasaran sambil menggaruk-garukan kepalanya.
            “gua sedih ni ra, kitakan bakalan berpisah, mmm,,,, sedih banget rasaya” balas ku sedih.
“hahahaha... udahlah za, aku juga sedih sebenarnya, tapi enjoy ajalah, ngomong-ngomong     ntar siapa za yang ngambil pengumuman ?"
“biasalah ra babeku, siapa lagi.” Balasku tenang
Keceriaan dan kebahagiaan ini memang harus berakhir sampai disini, tapi cita-cita dan masa depanku tak harus berakhir pula. Bulan lalu aku berhasil mendaftar kuliahku di negara turki tepatnya di Istanbul University, ya meski pengumuman diterimapun belum ku terima.
Dan semenjak saat itu aku akan meninggalkan duniaku di indonesia dan memulai duniaku yang baru di negri orang. “hmmmm..... pasti akan membutuhkan waktu yaang lama untuk beradaptasi” gumamku dalam hati.

© © ©

            Waktu telah menunjukan pukul 9 pagi, inilah penentuaan pertama aku dapat menggapai cita-citaku. Aku hanya bisa menerawang jauh, antara perasaan cemas, takut semua bercampur menjadi satu.
            “za, tegang amat si” gurau rani.
“gmana gak tegang ni, gila aja penentuan teman. Aku udah   pengen banget kuliah di istanbul, impian banget.” Balasku sedikit kesal.
“kita semua pasti lulus za, berdo’a aja.” Yakin rani
“iya za, pasti kita semua lulus kok. Kita optimis aja”. Balas amara menghampiri kami berdua.
Dengan bahagia ku peluk mereka berdua. Aku benar-benar bahagia dapat memiliki sahabat seperti mereka
“makasih ya ra,ni. Aku bener-bener bahagia punya sahabat seperti kalian”. Isak ku bahagia
Siang ini udara tak begitu panas, hanya ada angin yang sedikit mendominasi sehingga udara terasa teramat nikmat, semoga senikmat hasil yang aku peroleh selama tiga tahun ini.
“nduk[1], alhamdulillah kamu lulus”. Jelas papaku bahagia,  tidak lama kemudian sambil menyodorkan surat kelulusan.
“saestu pak, mboten ngapusi..??[2]”. selidikku penasaran.
“iyaa nduk”. Jawab papaku tersenyum.
Seketika itupun tak bisa ku bendung lagi air mataku, ini adalah sebuah anugerah terindah, akhirnya keinginaanku menjadi seorang mahasiswi akan terkabul. Dan istanbul university aku akan segera kesana, meskipun kegelisahan demi kegelisahan masih saja tertanam dalam hatiku, karena sampai detik inipun pengumuman beasiswaku belum ada. Tapi aku sudah cukup bahagia akhirnya impianku menjadi lulusan terbaik tercapai.
Detik demi detik ku lewati hari-hari terakhirku dengan sahabat-sahabatku, karena esok hari aku harus pulang ke kampung halamanku di surabaya. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat yang awalya aku sangat merasa bosan tetapi bila dijalani tak terasa tiga tahun telah ku lewati dengan cemerlang. Dan akupun mampu membuktikan melalui prestasi-prestasiku selama ini.
Esok harinya, pukul 07.00                                    
“ra,  pamit pulang dulu ya,,?? Nanti kalo ada informasi tolong kabari ya”. Pamitku sedih sambil memeluk tubuhnya yang cungkring.
“tenanga aja za, gua pasti bakal ngabarin sohib gua yang pintar dan cantik ini”. Jawab amara sambil menggelitik perutku.
Itulah kebiasaan amara, sahabatku yang juga pendiam tapi sekali sudah bicara semua orang bisa tutup kuping secara serentak, tetapi meskipun begitu tapi dia adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki.

©©©©

Surabaya, 24 juni 2010
            Kicauan burung pagi ini menemani kesendirianku, cuaca pagi inipun begitu sejuk dengan setittik embun di dedaunan yang membuat pagi ini semakin cantiknya. Aku hanya bisa merenung menatap segala aktivitas yang sedang berlangsung dibalik cendela kamarku, ku tatap burung-burung yang sedang asyik terbang begitu bebas hayalpun tak bisa lagi ku tepis, andaikan aku bisa seperti mereka terbang bebas tak terbatasi.  “hmm,,, tapi itu tak mungkin za”. Ucapk lirih menyadari ketidak bersyukuranku.
            TOK,,TOK,,,TOK..
            Terdengar suara pintu kamarku diketuk, dan biasa beliau adalah mamaku yang dengan cerewetnya menyuruhku untuk sarapan pagi, namun dibalik sifat cerewetnya beliau amat menyayangi aku dan adikku, maklumlah Cuma kami berdua anak mama.
            “za, turun sayang, sarapan dulu”. Ucap  mama.
            “iya ma bentar, za mau mandi dulu.” Jawabku lembut
“ya udah, tapi cepetan za. Jangan lama-lama kita tunggu kamu di meja makan.”
            “iya ma ....”. teriakku dari kamar mandi.
            Tak berapa lamapun aku telah bergabung dengan kedua orang tuaku dan juga adik tersayangku, tentunya dengan menu nasi goreng buatan mama yang jadi favoritku setiap pagi.
“nduk, tadi papa dapaat informasi kata
nya pengumuman beasiswa dari universitas istaanbul udah bisa dilihat di internet”. Jelas papa sambil melahap sesuap nasi goreng di sendoknya.
“alhamdulillah ya Allah. Yang bener pa?”. Tanyaku menyelidik.
“iya sayang, tadi mama juga denger waktu papa kamu di telfon sama pihaak sekolah kaamu”. Tambah mama meyakinkan.
“ya Allah, terimakasih akhirnya impianku kuliah di luar negri menjadi kenyataan”. Isakku bahagia.
Seketika itu papa dan mama memelukku erat, aku yakin pasti mereka juga merasakan hal yang sama dengaanku, aku yakin papa dan mama bahagia karena anaknya akhirnya mendapaatkan beaasiswa itu, meski ku dapati raut kesedihan dimuka mama. Mungkin mama masih berat jika harus melepaskan aku jauh  di negri orang.
Selepas makan aku langsung buru-buru masuk kamar, kembali ku temui si biru yang selalu menemaniku disaat suka dan duka, dia adalah laptop kesayanganku hasil dari jerih payahku sendiri. Setelah bermenit-menit ku telusuri nama-nama mahasiswa dan mahasiswi indonesia yang diterima ku temui namaku.
09.  Fania Larasati                               Faculty Of Communication
10.  Iza Salsabila                                Faculty Of Communication
11.  Lukman Hakim                Faculty Of Communication
Taanpa kusadari air mata inipun meleleh, rasanya tak kuasa merasakan nikmat yang begitu indah ini.
“terimaa kasih ya Allah, karena engkau telah mengabulkan do’aku selama ini”. Isakku dalam sujud syukurku.
Bulan demi bulan, minggu demi minggu dan hari demi haripun berjalan begitu cepat, tak terasa tinggal satu minggu lagi aku akan berangkat ke turki tepatnya hari selasa 26 september 2010, dimana panorama indonesia dan kampung halamanku terutama keluargaku yang akan sangat aku rindukan. Tapi ini adalah sebuah pilihan dimana kita ingin merubah suatu bangsa maka kita harus bisa merubah diri kita sendiri, dan demi masa depan dan cita-citaku aku rela melakukan apapun. Itulah aku seseorang yang sangat antusias membicarakan ilmu dan masa depan sampai kadang orang-orang terdekatku terheran-heran dengan sifatku ini, yang memang sangat jarang anak-anak zaman sekarang memiliki sifat seperti aku.

© © ©

            Bandara soekarno hatta, jakarta 26 september 2010
            Dengarkan melodi hati ini wahai dunia, dengarkanlah suara hati yang menyanyi dipagi hari. Dengan sedikit angin yang kurasakan begitu syahdu menambah indahnya pagi ini, tetesan embun dari dedaunanpun masih terasa asli dan betapa bersyukurnya aku dapat berjumpaa dengan hari ini.
            Bandara sukarno hatta yang sudah mulai ramai dengan calon-calon mahasiswa yang aakan berangkat ke turki, dan ditemani keluargaku aku merasa sangat bahagia bisa bergabung dengan  sahabat-sahabat baruku yang nantinya akan menjadi sang juara baru. Meski sedikit sesak dihatikupun tak dapat ku tepis, karena aku akan meninggalkan mereka untuk waktu yang lama, bahkan belum tentu satu tahun sekali aku bisa pulang, namun aku yakinkan dalam hatiku inilah perjuangan untuk mencapai kesuksesan.
“za, nanti hati-hati ya disana, jaga juga kesehatan kamu, jaga bicara kamu. Kamu harus bisa memanage diri kamu sendiri ya sayang ,, ?”. nasehat mama sedih.
“iya mah, aku pasti bisa melakukan itu semua, aku pasti akan jaaga diri baik-baik disanaa”. Jawabku sambil memeluk mama.
“jangan lupa juga nduk, nanti kalo sudah nyampe sana hubungi kami, biar kami ndak terlalu khawatir”. Tambah papa dengan logat jawanya yang kental.
“iya pa, pasti”.
Akupun memeluk mereka bertiga dengan erat, rasa tak ingin berpisahpun muncul semakin menyiksa, tapi dengan cepat ku tepis semua rasa itu.
“dek, nanti di rumah jangan nakal ya?, dan jaga papa dan mama baik-baik. Mbak[3] sayang banget sama kamu”. Nasehatku pada adikku.
Hari ini jadwal keberangkatan pukul 19.00 sore tetapi pagi-pagi sekali sudah banyak calon mahasiswa yang datang, ini dikarenkan ada briefing[4] pukul 12.00 siang nanti. Suasana bandarapun semakin ramai dengan canda tawa daan berbagai macam aktivitas yang amat padat.
“PENGUMUMAN, sebentar lagi briefing akan segera dimulai, dimohon bagi para peserta calon mahasiswa maupun mahasiswi untuk bersiap-siap”. Jelas panitia yang mengurusi keberangkatan kami.
Waktu memang telah menunjukan pukul 11.45 siang, tinggal tersisa 15 menit lagi kami semua akan mendapatkan pemberitahuan singkat. Ku tatap pesawat-pesawat yang mulai take in mengantarkan beratus-ratus orang ke tempat tujuannya dengan tatapan kosong, hatiku sedikit sesak, entah apa yang aku rasakan sekarang. Apa mungkin aku mulai ragu-ragu dengan pilihan dan keputusanku sendiri ?, terbesit di hatiku kapan aku dapat menginjakkan kaki di tanah kelahiranku lagi, pasti aku akan sangat merindukannya terlebih suasana di rumah yang selalu memberiku kehangatan.
“sayang, kamu ngga’ apa-apa kan?”. Tanya mama membuyarkan lamunanku.
“eh ... eng..engga’ ma”. Jawaabku sedikit kaku.
“mendingan, sekarang kamu siap-siap buat briefing, nanti mama sama papa tunggu di mushola, kamu ntar langsung kesana ya sayang ..??”
“iya ma”.
Ku beranjak melangkahkan kakiku dengan gontai, seakan tak sanggup dan sama sekali tak bersemangat lagi. Berat rasanya harus meninggalkan mereka untuk waktu yang lama.
“Assalamu’alaikum”.
“wa.. wa’alaikum salam”. Jawabku gugup antara terkejut dan heran
“anda calon mahasiswi turki ?”. selidiknya penasaaran
“iya. Aku iza, kamu siapa ?”.
“aku Fatimah, emm kalo begitu mulai sekarang kita bisa berteman bukan ?”. tanyanya senang.
“tentu”.
Aku dan fatimahpun mulai memasuki ruang yana akan kami gunakan untuk briefing siang ini, daan telaah ku temui banyak teman seperjuangku yang telah menunggu dan kelihatannya sudah cukup lama mereka disini. Aku sedikit bahagia dengan kehadiran fatimah sahabat baruku, setidaaknya dia dapat memalingkan fikirannku tentang keluargaku yang akan aku tinggalkan.
Briefing cukup membosankan, ditambah udaara siaang ini cukup panas meski ruangan ini memiliki AC lebih dari tiga, namun masih juga ku rasakan pengap dan rasa tak nyaman berlama-lam ditempat ini. Namun sudah hampir setengah jam briefing berlangsung, tapi belum juga menemui titik temu yaitu selesai. “ah.. menyebalkan!”. Gumamku.
“baik teman-teman, mungkin cukup sampai disini briefing kita siang ini. Apabilaa masih ada yang kurang jelas
Dapat menghubungi kami langsung di belakang layar. Wassalaamu’alaikum”. Jelas panitia panjaang lebar
Kami berduapun beranjak pergi meninggalkan tempat ini, rasanya aku ingin cepat-cepat berjumpa kedua orang tuaku dan adikku, rasa-rasanya pula hatiku ingin selalu bersama mereka. Tapi semua terasa tidak mungkin untuk detik ini.
“mah, aku kesana dulu yah, mau sholat dan orangtuaku juga disana”. Jelasku.
“iya za gak apa-apa, sebentar lagi aku juga mau ke mushola mau sholat....hehe”.
“ok sip, oya mah, tadi tempat duduk kita ngga’ ditentuin. Gimana kalo nanti kita satu tempat duduk”. Kataku harap-harap cemas.
“iya za boleh, baru aja aku mau bilang ini ke kamu tapi udah keduluan kamu”. Terang fatimah.
“hehehe.... baiklah kalo begitu, aku kesana dulu ya”. Pamitku.
Akupun beranjak meninggalkan fatimah dan menemui  keluargaku, mereka ternyata sedang asyik mencari icon untuk berfoto ria. Ku langkahkan kaki ini, mulai ku basuh mukaku dengan air wudhu, seketika itu ku rasakan betapa sejuknya hati dan fikiranku sesudah berwudhu dan langsung ku lanjutkan bercinta dengan sang Illahi Rabbi. Lantunan do’a tidak henti-hentinya ku panjatkan berharap kekasih sejatiku yaitu Allah memberikan ketenangan hati dan fikiranku.
Waktu terasa berjalan begitu lama dan sangat membosankan, ku hanya duduk dan termenung sendiri sebelum akhirnya fatimaah menghampiriku, masih tersisa 5 jam lagi aku harus menunggu keberangkatan kami hanya ada rasa galau yang berkecamuk dalam hatiku tak begitu berbeda dengan apa yang dirasakan fatimah.
“za, kamu ngerasaain ngga’ sih ?”. selidik fatimah.
“apa mah ?”.
“rasanya aku berat banget mau ninggalin indonesia apalagi orang tuaku”. Jelasnya.
“iya mah, ku juga ngerasaa gitu kok”. Kamipun terdiam kembali.
“tapi za, masa depaan kitaa udah didepan mata. Ngga’ mungki kalo kita tiba-tiba mundur gitu aja”.
“iya mah, kamu benar. Kita harus tetap semangat, toh kita disana juga ngga’ selamanya kan”. Jelaasku menambahi.

© © ©

            Pukul 18.45 sore
“PENGUMUMAN, bagi calon mahasiswa turki dimohon untuk segera bersiap-siap karena keberangkatan tinggal 15 menit lagi”. Jelas panitia.
Lamunankupun buyar seketika, tidak terasa waktu selama ini aku habiskan hampir semua dengan melamun membayangkan keberangkatanku ke turki.
“nduk, sana siap-siap kamu sebentar lagi berangkat nanti papa sama mama antar sampai kamu naik sayang”. Jelas papa.
“iya pa”. Jawabku tak bersemangat.
“sayang, kenapa sedih begitu, semangat donk impian sudah didepan mata”. Mama mencoba menyemangaatiku.
“tapi mama, papa dan adik ....”. seketika kata-kataku terputus, rasanya tak sanggup laagi aku berkata-kata lagi, hanya air mata yang bisa mengungkapkaan isi hatiku.
“sayang, mama dan papa juga adik kamu akan baik-baik aja”. Yakin mama.
Kami berempatpun mulai berjalan menghampiri teman-teman yang lain, dan ternyata fatimah dan keluarganya sudah berada disana dan kami langsung menghampiri mereka.
“pa, ma dik, mbak berangkat dulu ya. Do’ain mbak biar berhasil dan jaga diri kalian baik-baik”. Ucapku sambil terisak memeluk mereka satu persatu.
“iya mbak, mbak juga hati-hati ya”. Kata adikku semata wayang.
Dan akhirnya keberangkatan kamipun tiba, meski berat akhirya ku lepaskan mereka meski air mata ini tak bisa tertahan lagi. Kami berangkat mengunakan pesawat Turkish Air Lines (Turkiye Hoya  Yolari) yang disediakan dari pihak turki untuk mahasiswa dari indonesia. Dan pesawat inipun cukup mahal karena harga satu kursi pesawat yaitu Uss700 dolar amerika jika dirupiahkan dapat mencapai Rp. 6.300.000. namun bagi kami yang mendapatkan fasilitas secara cuma-cuma sudah sangatlah bersyukur, belum lagi biaya hidup kami selama menempuh ilmu disana.
Sebuah impian yang benar-benar kuharapkan dari dulu, kini telah menjadi kenyataan, sebuah kenyataan yang akan membawaku terbang keangkasa meraih sebuah kesuksesan, setelah lama ku arungi samudera ilmu diindonesia yang akhirnya membawaku berlayar lebih jauh lagi mengarungi samudera-samudera ilmu yang lainnya.





 Tobe continued,,,,,,





















[1] Nduk : panggilan orang tua kepada anaknya. Merupakan bahasa jawa.
[2] Saestu pak, mboten ngaapusi? : beneran pak, gak bohong?
[3] Mbak : kakak perempuan. Merupakan bahasa jawa dari kakak perempuan.
[4] Briefing : penjelasan singkat.

Comments

Popular posts from this blog

Isti'arah Ashliyyah dan Isti'arah Taba'iyyah

Ilmu Ma'ani dan Ruang Lingkupnya

'Adad Tartibi