Gagal: Apa Itu Tandanya Aku Payah?


Jangan Menyerah


Semakin dewasa beban hidup semakin bertambah. Banyak sekali tuntutan yang harus dipenuhi untuk mewujudkan ekspektasi diri sendiri dan orang lain. Menikah, finansial, karir cemerlang dan masih banyak lagi. Banyak harapan-harapan yang digaungkan di langit pada kita oleh orang-orang terdekat; orang tua misalnya. Apalagi di umur yang bukan remaja lagi; disaat orang lain yang seumuran sudah mendapatkan banyak sekali keberhasilan dan kebahagiaan dalam hidup sedangkan kita masih berhenti di satu tempat, tidak beranjak. 

Ada rasa sesak yang terkadang hanya bisa dirasai sendiri. Tak mampu lagi menceritakan segala sesuatunya pada orang lain, hanya bisa bercerita pada Tuhan sang pemberi hidup. Ada rasa kecewa yang amat membuncah, memenuhi setiap inci perasaan, hati dan pikiran. Terkadang bahkan ingin sekali menyerah pada nasib; putus asa atau bunuh diri saja. Ada perasaan-perasaan yang sering kali justru menyalahkan Tuhan disaat sedang kalut dan tak mampu berpikir dengan tenang. 

"Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa dia lebih beruntung dari aku? Apa aku ini payah? 
Rasa kecewa itu seringkali muncul tanpa permisi.  Lalu menyalahkan diri sendiri dan Tuhan menjadi pilihan selanjutnya; sebelum kemudian tersadar tidak ada keberhasilan yang bisa terjadi dalam sekali duduk. Tapi bagaimana dengan orang-orang yang mencoba baru sekali tapi langsung berhasil? Apa memang nasibnya yang baik, atau bagaimana? 

Terkadang ingin sekali menampik fakta jika kebahagiaan dan keberhasilan tidak hanya diukur dengan kemapanan finansial, kesuksesan karir. Namun faktanya kita masih hidup di bumi, dimana semua bentuk kesuksesan dan kebahagian masih diukur dengan kemakmuran hidup, uang dan lain sebagainya. Dan ketika seseorang gagal meraihnya, maka akan dianggap tidak berhasil, payah; seketika omongan-omongan miring muncul ke permukaan . Mirip tumbuhan kecambah yang baru saja tumbuh. Apalagai kita merupakan tamatan perguruan tinggi; sarjana, magister atau bahkan doktor. 

Saat seperti inilah, kia harus pandai-pandai berserah, bersyukur dan berpikiran positif. Meski kita juga tidak bisa menampik perasaan kalut, kacau, sedih, kecewa yang memenuhi setiap tarikan nafas. Saat seperti inilah, kita dituntut untuk tetap waras, mau mengevaluasi diri, mencari apa yang sebenarnya kurang, apa yang sebenarnya salah. 

Sebagai manusia biasa, kita tidak bisa lantas mendikte Tuhan untuk mengikuti semua keinginan kita. Kita hanya bisa berserah, tidak putus asa, selalu berdo'a dan berusaha melakukan yang terbaik. Bukankah setiap hal di dunia ini, jodoh, mati, rezeki sudah diatur oleh Tuhan sedemikian rupa; semenjak kita belum lahir di dunia. Lalu mengapa harus khawatir berlebih. Tuhan maha baik, Tuhan maha mengetahui mana yang terbaik. Mungkin saja memang kita belum pantas, belum waktunya mendapatkan apa yang menurut kita baik, yang kita inginkan. 

Untukmu yang sedang merasakan kekalutan seperti aku saat ini. Tetaplah bersabar, berserah, teruslah berdo'a dan berusaha sekuat tenaga. Karena pada waktunya nanti semua do'a-do'a yang kita gaungkan pasti akan terjawab oleh semesta dengan kebahagiaan. Jika tidak seperti keinginan kita, bisa jadi diganti dengan yang lebih indah dan lebih baik. Jangan mudah putus asa, karena kita hidup di dunia ini hanya sebentar. Lakukan saja yang terbaik lalu pasrahkan pada Tuhan. Dan jangan lupa untuk menyayangi diri sendiri dan tetap bersyukur. Karena kesempatan hidup sampai detik ini pun adalah sebuah rezeki dari Tuhan yang tidak boleh disia-siakan. 

Comments

Popular posts from this blog

Isti'arah Ashliyyah dan Isti'arah Taba'iyyah

Ilmu Ma'ani dan Ruang Lingkupnya

'Adad Tartibi