MAKALAH ULUMUL HADIS: HADIS DHAIF DAN KEHUJAHANNYA

MAKALAH
HADITS DHAIF DAN KEHUJJAHANNYA

Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas Terstruktur
                             Mata kuliah                   : Pengantar Studi Hadits
                             Dosen Pengampu           : Drs. H. Wawan Arwani, M.A

Description: E:\logo-iain-syekh-nurjati.jpg

Disusun Oleh :
Fithria Rif’atul Azizah
Nurul Aisah

Fakultas Tarbiyah Jurusan PBA B/ Semester II
INSTITUT AGAM A ISLAM NEGRI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2013





KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang maha menguasai seluruh alam semesta beserta isinya. Lagi maha berkehendak atas segala sesuatu, dan telah menjadikan manusia sebaik-baiknya ciptaan yang diberikan akal untuk berfikir. Rasa syukur saya ucapkan karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
            Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad SAW kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya. Semoga limpahan rahmat yang diberikan Allah kepada beliau sampai kepada kita semua.
            Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “Pengantar Studi Hadits”. Namun, saya sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.



                                                                                                Cirebon, 03 Maret 2013









BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadis merupakan sumber hokum kedua setelah kitab suci Al Qur’an. Hadis merupakan perkataan perbuatan, dan takrir Nabi Muhammad selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu selain kita harus menjadikan Al Qur’an sebagai sumber hukum utama, kitapun harus mempelajari dan menjadikan hadis sebagai pedoman dan penguat dari hokum Al Qur’an.
            Dan dalam hadis sendiri, terdapat tingkatan-tingkatan hadis dari hadis yang shohih sampai hadis maudhu’.dan dalam menjadikannya (hadis) sebagai hujjah atau sebagai sumber hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu tingkatan-tingkatan hadis yang boleh dijadikan hujjah.
            Apakah hadis yang tingkatannya lemah (hadis dhaif) dapat dijadikan hujjah ?, kadang sering kali kita bertanya bahkan belum mengerti apakah kita dapat berhujjah dengan hadis pada tingkatan ini atau tidak.
            Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengangkat tema “Hadis Dhaif dan Kehujjahannya”, yang dimaksudkan untuk dibahas lebih lanjut, agar kita mengetahui arti dari hadis dhaif itu sendiri, sebab-sebabkedhaifannya, dan bolehkah kita berhujjah dengan hadis dhaif.

1.2              Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1)      Apakah pengertian Hadis dhaifdan kriteria-kriteria Hadis Dhaif ?
2)      Apa saja macam-macam Hadis dhaif  karena gugurnya rawi dan cacat pada rawi atau matan ?
3)      Bagaimana hukum berhujjah dengan Hadis Dhaif ?

1.3              Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1)      Untuk mengetahui pengertian Hadis Dhaif dan kriteria-kriteria Hadis Dhaif.
2)      Untuk mengetahui macam-macam Hadis Dhoif karena gugurnya rawi dan cacatnya rawi atau matan.
3)      Untuk mengetahui dan memahami kehujjahan dalam mengamalkan hadis Dh



BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Pengertian Hadits Dhoif dan Kriteriannya

I.                   Pengertian Hadits Dhoif
Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1.       Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits hasan.
2.       Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau yang hasan)
3.       Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah  hadits yang salah satu syaratnya hilang.
Ø  Para ulama’ memberikan batasan bagi hadits dhoif :
الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و لا صفات الحديث
“hadits dhoif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits”.

I.                   Kriteria Hadits Dhoif
Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu sebagai berikut:
1.   Sanadnya tidak bersambung
2.   Kurang adilnya perawi
3.   Kurang dhobithnya perawi
4.   Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5.   Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari cacat.
Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shohih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.




2.2       Macam-Macam Hadits Dhoif

Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi hadits dhoif di karenakan dua hal, yaitu : 1. Gugurnya rawi dalam sanadnya, 2. Adanya cacat pada rowi atau matan.

v  Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi.
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam satu sanad baik pada permulaan sanad, pertengahan, ataupun akhirnya. Adapun hadits dhoif karena gugurnya rawi di bagi menjadi beberapa macam, di antaranya :
1.      Hadits Mursal
Hadits Mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas .Yang dimaksud terlepas yaitu  hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in atau hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan gugur disini adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan, dan yang dimaksud rawi di akhir sanad yaitu rawi pada tingkat sahabat. Jadi hadits mursal adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi, sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah SAW.
Contoh Hadits Mursal :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :بيننا و بين المنافقين شهود العشاء والصبح لايستطيعون. (رواه مالك)
Artinya :
“Rasulullah bersabda, “antara kita dengan kaum munafik (ada batas), yaitumenghadiri jama’ah isya’ dan subuh : mereka tidak sanggup menghadirinya.” (HR. MALIK)
            Kebanyakan ulama’ memandang hadits mursal sebagai hadits dhoif dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama’ termasuk abu hanifah, malik bin annas dan ahmad bin hanbal, dapat menerima hadits mursal menjadi hujjah bila rawinya adil.
·         Klasifikasi Hadis Mursal
Sebagaimana kita ketahui, bahwa didalam hadis mursal yang digugurkan adalah sahabat yang langsung menerima berita dari Rasulullah SAW, sedang yang menggugurkan dapat juga seorang tabi’in atau sahabat kecil. Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi menjadi :
1)      Mursal Jaly yaitu bila pengguguran yang dilakukan oleh rawi (tabi’in, adalah jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita.
2)      Mursal Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan.
3)      Mursal Khafy, yaitu:
هو رواية من عا صر التابعى صحابيا ولكنه لم يسمع حديثا منه
“ Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in, dimana tabi’in yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadis pun daripadanya.”
                                    Hukum hadis ini adalah dhaif.

·         Berhujjah dengan Hadis Mursal
Adapun pendapat dari para muhaddisin yaitu :
1)      Imam Malik dan Ahmad, menurut pendapat beliau, demikian juga Abu Hanifah menerima hadis mursal sebagai hujjah. Beliau beralasan menurut logika, bahwa rawi yang bersifat adil lagi perwira, tentu tidak mau menggugurkan rawi-rawi yang berada diantara dia dan nabi, sekiranya rawi yang digugurkan itu bukan orang yang adil pula.
2)      Ulama Jumhur dan Asy Syafi’iy memandang bahwa hadis mursal itu adalah dhaif, karenanya tidak dapat dibuat hujjah.
3)      Menurut Asy Syaukani bahwa yang benar, hadis mursal itu tidak dapat dibuat hujjah secara mutlak, karena adanya keragu-raguan dan tidak diketahui keadilan rawinya. Inilah pendapat yang rajjih menurut muhadditsin.

    1. Hadits Munqoti’
Menurut bahasa, hadits munqoti’ berarti hadits yang terputus.
“hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat, dasatu tempat, atau gugur dua orang padadua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.”
Para ulama’ member batasan hadits munqoti’ adalah hadits yang gugur satu atau dua rowi tidak beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah tabi’in. jadi, hadits munqoti’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur, tetapi minimal gugur seorang tabi’in.

Contoh hadits munqoti’ :
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا ذخل المسجد قال : بسم الله و السلام على رسول الله اللهم اغفرلى ذنوبى وافتح لى ابواب رحمتك. (رواه ابن ما جه)
Artinya :
“Rasulullah SAW. Bila masuk kedalam masjid, membaca : dengan nama Allah, dan sejahtera atas Rasulullah;ya Allah, ampunilah segala dosaku dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu”. (HR. IBNU MAJJAH)
·         Hukum Hadis Munqathi’
Hukum hadis munqathi’ tidak dapat dibuat hujjah.


    1. Hadis mudhal
         Menurut bahasa, hadis mudhal berarti hadis yang sulit dipahami.
ما سقط من رواته اثنان او اكثر على التوالىسواء سقط الصحابى والتابعى او التابعى و تابعه اواثنان قبلهما.
“hadis yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih, berturut –turut, baik sahabat bersama tabi’iy, tabi’iy bersama tabi’iy tabi’iy,maupun dua orang sebelum r shohaby dan tabi’iy.”
Para ulama’ member batasan hadis mudhal adalah hadis yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya.

Contoh hadis mudhal yang gugur rawinya dua orang sebelum shahaby, seperti hadis Imam Malik yang termuat dalam kitab Muwattha’:
للملوك طعامه وكسوته بالمعروف. (رواه مالك)
“Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (H.R Malik)
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang beriringan antara dia dan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu diketahui melalui riwayat Imam malik di luar kitab Al Muwattha’. Malikmeriwayatkan hadis yang sama yaitu “dari Muhammad bin Ajlan dari Ayahnya, dari Abi Hurairah, dari Rasulullah.” Dua orang rawi yang gugur beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan Ayahnya.

    1. Hadis Muallaq
            Hadis Muallaq menurut bahasa, berarti hadis yang tergantung.
Menurut istilah :
هو الذىيسقط من اول سنده راوفاكثر
“ Hadis-hadis yang gugur rawinya seorang atau lebih di awal sanad”
            Keguguran (inqitha’) sanad pada hadis muallaq dapat terjadi pada sanad yang pertama, pada seluruh sanad, atau pada seluruh sanad selain sahabat.

Contoh Hadis Muallaq :
Bukhari berkata, kata malik, dan Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah berkata :
لا تفا ضلوا بين الانبياء. (رواه البخارى)
Artinya :
“ janganlah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (H.R Bukhari)
·         Hukum hadis Muallaq
1)      Hadis Muallaq di klasifikasikan kedalam hadis Dhoif, disebabkan sanad yang digugurkan tidak dapat diketahui sifat dan keadaannya secara meyakinkan, baik mengenai kedlobitannya maupun keadilannya. Kecuali bila yang digugurkan seorang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi tentang keadilannya.
2)      Hadis Muallaq dapat dianggap shahih, apabila sanad yang digugurkan disebutkan oleh hadis yang bersanad lain.
3)      Apabila seluruh sanad yang dibuangnya adalah tsiqoh, perlu diadakan ta’dil (penetapan keadilan) rawi yang samar-samar.

v  Hadis Dhoif karena cacat pada rawi atau matan
Hadis yang bercacat rawi atau matannya, atau kedua-duanya digolongkan hadis dhaif. Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi atau menimpa matan, diantaranya pendusta, pernah berdusta, fasiq, tidak di kenal, dan berbuat bid’ah, merupakan cacat yang masing-masing dapat menghilangkan  sifat dhabit rawi. Banyak keliru, banyak faham, buruk hafalan, lalu mengusahakan hafalan dan menyalahi raw-rawi yang dipercaya,juga merupakan cacat yang masing-masing dapat menghilangkan sifat dhabit pada rawi.
Adapun cacat matan misalnya, terdapat sisipan ditengah-tengah lafadz hadis, atau lafadz hadis itu di putarbalikan sehingga member pengertian yang berbeda dengan maksud lafadz yang sebenarnya.
Diantara hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau matannya, yaitu :
1)      Hadis Maudhu’
Dari segi bahasa, Hadis maudhu’ berarti palsu atau hadis yang dibuat-buat. Sedangkan, menurut istilah :
هو المحتلع المصنوع المنصوب الى رسول الله صلى الله عليه وسلم زورا وبهتانا سواء كان ذلك
عمدا ام خطا
“ Hadis yang dicipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta), yang ciptaan itu dibangsakan kepada Rasulullah SAW. Secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja, maupun tidak.”
Para ulama’ member batasan hadis maudhu’ adalah hadis yang bukan hadis Rasulullah SAW, tetapi disandarkan kepada beliau oleh orang secara dusta dan sengaja atau secara keliru tanpa sengaja.
            Golongan pembuat Hadis Maudhu’ antara lain :
a.       Musuh-musuh Islam (terutama kaum yahudi dan kaum zindiq).
b.      Orang-orang yang fanatik pada golongan politiknya, madzhabnya, atau kebangsaannya.
c.       Tukang-tukang dongeng.
d.      Orang-orang yang suka mengambil muka pada penguasa.
e.       Dan orang-orang yang ingin bermegah diri dengan meriwayatkan hadis yang tidak dimiliki orang lain.
Hadis Maudhu’ merupakan seburuk-buruk hadis Dhaif.
Banyak tanda untuk menetapkan kemaudhu’an suatu hadis, petunjuk terpenting adalah makna hadis tersebut rusak atau batil, yakni : tidak masuk akal, bertentangan dengan akal sehat, bertentangan dengan kebenaran yang sudah dapat dipastikan secara ilmiah/historis, bertentangan denganhadis-hadis yanglebih kuat, atau bertentangan dengan ayat Al Qur’an.
                        Beberapa contoh Hadis maudhu’ :
1.      Hadis yang dibuat-buat oleh Abdur Rahman bin Zaid bin Aslam, ia berkata bahwa hadis tersebut datang dari ayahnya, dari kakaknya, dan selanjutnya dari Rasulullah SAW. Bunyinya :
ان سفينة نوح طافت بالبيت سبعاوصلت عند المقام ركعتين
“ sesungguhnya bahtera Nuh bertawaf mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan shalat dimakam Ibrahim dua rakaat.”
Makna hadis diatas tidak masuk akal.
2.      Hadis berikut :
لا يدخل ولد الزنا الجنة الىسبع ابتاء
Artinya :
“ anak zina itu tidak masuk syurga hingga tujuh turunan.”
Hadis diatas bertentangan dengan Ayat Al Qur’an/Firman Allah SWT :
ولا تزر وازرة وزر اخرا (الانعام : 164)
Artinya :
“Pemikul dosa itu tidaklah memikul dosaorang lain.” (QS. Al An’am: 164)

Sebagian hadis-hadis maudhu’ diketahui kepalsuannya berdasarkan pengakuan dari mereka yang memalsukan. Misalnya, Maisarah bin Abdi Rabbin Al Farisi, mengaku telah membuat beberapa hadis tentang keutamaan Al Qur’an dan 70 buah hadis tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib, dan masih banyak lagi.

2)      Hadis Matruk atau Hadis Matruh
Dari segi bahasa, hadis matruk berarti yang ditinggalkan dan hadis matruh berarti yang dibuang. Sedangkan, menurut istilah yaitu :
هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من يتهم بالكذب فى الحد يث            
“ hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.”
Para ulama’ memberikan batasan hadis matruk (hadis matruh) adalah hadis yang di riwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah berdusta (baikberkenaan dengan hadis atau mengenai urusan lain), atau tertuduh pernah mengerjakan maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.



Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لولا النساء لعبد الله حقا
“rasulullah bersabda, “sekirannya tidak ada wanita,tentu Allah disembah (ditaati) dengan sungguh-sungguh”.
            Hadis tersebut diriwayatkan oleh Yaqub bin Syufyan bin Asyim, dengan sanad terdiri serentetan rawi , Muhammad bin Imran, Isa bin Ziyad, Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin MUsayyab, dan Umar bin Khattab. Di antara nama-mana dalam snad itu, Abdur Rahim dan Ayahnya tertuduh pernah berdusta. Oleh karena itu, hadis diatas dikenal dengan sebutan hadis matruk dan hadis matruh.

3)      Hadis Munkar
Hadis munkar dari segi bahasa, berarti hadis yang diingkari atau hadis yang tidak dikenal. Sedangkan, menurut istilah :
هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من فحش غلطه او اكثرت غفلته او بين فسقه بغير الكذب
“hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahan, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya yang bukan karena dusta”.
            Para ulama’ memberikan batasan hadis munkar adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah yang menyalahi (berlawanan dengan) rawi yang kuat (kepercayaan).
Contoh :
من اقام الصلاة واتى الزكاة و حج وصام وقرى الضيف (اضا فه و اكرمه) دخل الجنة (رواه ابن ابى حاتم)
“barang siapa yang mendirikan salat, membayar zakat, mengerjakan haji, berpuasa dan menghormati tamu, niscaya masuk surga.” (HR. Ibnu Abi Hatim)
            Hadis diatas dikatakan berasal dari Rasulullah, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari serangkaian rawi-rawi yang lemah. Ibnu Abi Hatim sendiri memandang hadis tersebut sebagai hadis munkar, karena rawi-rawinya lemah dan matannya berlainan dengan matan hadis-hadis yang lebih kuat.

4)      Hadis Muallal
Muallal, dari segi bahasa, berarti yang terkena illat (penyakit atau bencana). Para ulama’ member batasan hadis muallal adalah hadis yang mengandung sebab-sebab tersembunyi (tidak mudah untuk diketahui) yang menjatuhkan derajatnya.
Illat yang menjatuhkan derajat hadis itu bisa terdapat pada sanad atau pada matan, serta bisa pada keduanya.

Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : البيعان بالخيار مالم يتفرقا
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama mereka belum berpisah”.
            Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis diatas shahih, tetapi sanadnya memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amru bin Dinar, melainkan dari Abdullah bin Dinar.

5)      Hadis Mudraj
Hadis mudraj, dari segi bahasa, berarti hadis yang dimasuki sisipan. Dari segi istilah hadis mudraj adalah hadis yang dimasuki sisipan, yang sebenarnya bukan bagian hadis itu.
Sisipan itu bisa pada sanad, matan, dan bisa pada keduanya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : انا زعيم والزعيم الحميل لمن امن بى واسام وجاهد فى سبيل الله يبيت فى ريض الجنة (رواه النساء)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ saya adalah zaim dan zaim itu adalah penanggung jawab dari orang yang beriman kepadaku, taat dan berjuang dijalan Allah, dia bertempat tinggal di taman syurga.”

Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis mudraj karena ungkapan (والزعيم الحميل) adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah SAW.

6)      Hadis Maqlub
Dari segi bahasa, hadis maqlub berarti, hadis yang diputar balik. Dari segi istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi pemutarbalikan pada matannya atau pada rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk matan yang lain.
            Bila hadis sebenarnya diriwayatkan oleh kaab bin Murrah (misalnya), tetapi Kaab bin Murrah itu dibalik menjadi Murrah bin kaab maka hadis itu disebut hadis maqlub.
Contoh pada matannya :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اذا امرتكم بشىء فأتوه واذا نهيتكم عن شىء فاجتنيبوه ما استطعتم. (رواه الطبرانى)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ apabila aku menyuruh kamu mengerjakan sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu, maka jauhilah dia sesuai dengan kesanggupan kamu.” (HR. Thabarani)
            Matan diatas, merupakan pemutarbalikan.berdasarkan hadis Bukhari dan Muslim, Seharusnya hadis itu berbunyi :
عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ما نهيتكم عنه فاجتنيبوه وما امرتكم به فا فعلوه منه ما استطعتم . (رواه البخارى و مسلم).
Artinya :
“dari Abu hurairah r.a ai berkata, :”saya mendengar Rasulullah SAW bersabda,: apa-apa yang kami cegah dari kamu semua maka jauhilah dan apa-apa yang kami perintahkan kepadamu sekalian perbuatlah menurut kemampuannmu.” (HR. Bukhari-Muslim).

7)      Hadis Syadz
dari segi bahasa, hadis syadz berarti hadis yang ganjil. Para ulama’ member batasan hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dipercaya tetapi hadisnya berlainan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
Contoh :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يوم عرفه وايام التشريق ايام اكل وشرب. (رواه موسى بن على)
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari makan dan minum.”
            Hadis diatas diriwayatkan oleh Musa bin Abi bin Kubah dengan sanad dari serentetan rawi yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika dibandingkan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang juga dipercaya. Pada hadis-hadis lain tidak dijumpai ungkapan (يوم عرفة) keganjilan hadis diatas terletak pada ungkapan tersebut.

2.3       Hukum Berhujjah dengan Hadits Dhaif
Cacat-cacat hadis dhaif  berbeda-beda, baik macamnya maupun berat ringannya. Dari hadis-hadis yang mengandung cacat pada rawi(sanad) atau matannya, yang paling rendah martabatnya ialah hadis Maudhu’, kemudian hadis Matruk, hadis Munkar, hadis Muallal, hadis Mudraj, hadis Maqlub dan hadis-hadis lain. Dari hadis-hadis yang gugur rawi atau sejumlah rawinya, yang paling lemah adalah hadis Muallaq (kecuali hadis-hadis shohih, yang diriwayatkan secara Muallaq oleh Bukhari dalam kitab sahihnya), hadis Mudhal, hadis Munqathi’, kemudian hadis Mursal.
Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :
Ø  Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadis lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan sebagainya.
Ø  Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat mengamalkan hadis dhaif ada tiga :
1.      Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang tidak terlalu dhaif.
2.      Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis dhaif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
3.      Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang tidak beliau katakan.
Ø  Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitandengan fadailul amal maupun yang berkaitan dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.





BAB III

PENUTUP


A.     KESIMPULAN

Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang tidak kuat.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1.       Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan syarat-syarat hadits hasan.
2.       Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits maqbul(hadits shohih atau yang hasan)
3.       Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif adalah  hadits yang salah satu syaratnya hilang.

Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu sebagai berikut:
Ø  Sanadnya tidak bersambung
Ø  Kurang adilnya perawi
Ø  Kurang dhobithnya perawi
Ø  Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
Ø  Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari cacat.

Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi hadits dhoif di karenakan dua hal, yaitu : 1. Gugurnya rawi dalam sanadnya, 2. Adanya cacat pada rowi atau matan.

v  Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi.
1.      Hadis mursal
2.      Hadis Munqathi’
3.      Hadis Mudhal
4.      Hadis Muallaq
v  Hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau matan.
1.      Hadis Maudu’
2.      Hadis Matruk dan Hadis Matruh
3.      Hadis Munkar
4.      Hadis Mudraj
5.      Hadis Muallal
6.      Hadis Maqlub
7.      Hadis Syadz

Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :
Ø  Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan syarat tidak ada hadis lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampaikan oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan sebagainya.
Ø  Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul ‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang.
Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat mengamalkan hadis dhaif ada tiga :
4.      Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang tidak terlalu dhaif.
5.      Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis dhaif yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok.
6.      Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang tidak beliau katakana.
Ø  Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang berkaitandengan fadailul amal maupun yang berkaitan dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.

B.     SARAN
Adapun saran yang kami ambil dari makalah ini, yaitu : sebagai umat islam yang baik, sebelum kita mengamalkan sebuah hadis untuk dijadikan sebuah hujjah, hendaknya kita mengetahui dan memahami apakah hadis tersebut dapat dijadikan hujjah ataupun tidak. Salah satunya dengan memperhatikan criteria-kriteria maupun syarat sebuah hadis yang shohih maupun hadis yang dhaif dan mardud.









DAFTAR PUSTAKA

Ø  Ahmad, Muhammad, “ulumul Hadis/ Drs. H. Muhammad Ahmad; Drs. M. Mudzakir”. Bandung : Pustaka Setia.
Ø  Rahman, Drs. Fatchur, “ Ikhtisar Musthalahul Hadits”. Cetakan :10. Bandung : PT. Alma’arif.
Ø  Judul asli Ushul Al Hadits
ü  Ajjaj Al Khatib, Dr. Muhammad. “Ushul Al Hadits”. Libanon : Dar al fikr, Beirut.
ü  Ushul Al hadits. Pokok-pokok ilmu Hadits
Penerjemah : Drs. H. M Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, S.Ag.
Diterbitkan : Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta.
Ø  Ismail, Drs. M.Syuhudi.” Pengantar ilmu Hadis”. Cetakan : 10. Bandung : Angkasa.





Comments

Popular posts from this blog

Isti'arah Ashliyyah dan Isti'arah Taba'iyyah

Ilmu Ma'ani dan Ruang Lingkupnya

'Adad Tartibi